Jumat, 26 Februari 2010

Ekologi air laut-limnologi-experiment

Zakaria pratama, S.Si

A. KAJIAN TEORI

1. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan organisme akuatik (Odum, 1994). Oksigen adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa. Oksigen yang terlarut dalam air oleh makhluk hidup air digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya yaitu untuk metabolisme jasad air seperti respirasi. Menurut Salmin (2000) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.

Kelarutan O2 dalam air dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biokimia yang terjadi dalam badan air. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh faktor suhu. Pada suhu tinggi maka DO akan rendah dan pada suhu rendah maka DO akan tinggi. Setiap spesies mempunyai kisaran toleransi berbeda terhadap konsentrasi DO. Spesies dengan kisaran toleransi lebar terhadap oksigen maka penyebarannya akan luas berbeda dengan spesies yang mempunyai kisaran toleransi sempit.

Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan O2 dalam air adalah gerakan dipermukaan air, luas daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer, tekanan atmosfer dan persentase O2 dalam udara di sekelilingnya, serta kehadiran tanaman berfotosintesis.

Selain itu juga, dipengaruhi oleh konsentrasi bahan organik dalam air dimana makin banyak bahan organik dalam air maka bakteri pengurai akan berlipat ganda, hal ini mengurangi kadar O2 dalam air. Adanya bahan organik ini disebabkan oleh tindakan manusia yan terus menerus membuang sampah organik ke dalam air, sehingga menimbulkan kondisi anaerob.

Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, dalam Salmin, 2000). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet dalam Salmin, 2000). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (Anonimous 2004 dalam Salmin, 2000).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Banyaknya Oksigen Terlarut

a. Pergerakan permukaan air. Pergerakan air berupa riak air maupun gelombang akan mempercepat difusi udara ke dalam air.

b. Suhu. Suhu berpengaruh pada kejenuhan (kapasitas air menyerap oksigen). Makin tinggi Suhu maka makin sedikit oksigen dapat larut.

c. Tekanan udara. Tekanan udara berhubungan dengan ketinggian suatu daerah dari permukaan laut. Makin tinggi suatu daerah maka makin rendah tekanan udaranya sehingga makin rendah pula kadar oksigen terlarut.

d. Salinitas. Makin tinggi salinitas maka makin sedikit oksigen yang dapat larut.

e. Tanaman air. Tanaman air, terutama ganggang, tentunya berhubungan dengan proses fotosintesis yang memerlukan sinar matahari. Bila sinar matahari sedikit maka proses fotosintesis terhambat sehingga oksigen terlarut pun sedikit.

3. Karbondioksida (CO2) bebas

Karbondioksida sangat mudah larut dalam air tetapi sangat sedikit karbondioksida berada dalam larutan biasa karena jumlahnya dalam udara atmosfer sangat sedikit. Selain dekomposisi bahan organik dan pernafasan tumbuhan air dalam hal ini fitoplankton dan zooplankton memberi sumbangan pada karbondioksida yang sudah ada. Karbondioksida bergabung secara kimiawi dengan air membentuk asam karbonat yang mempengaruhi pH air. Dalam air yang asam dengan pH rendah, CO2 diubah menjadi bentuk bebas. Pada pH yang mendekati netral hampir semua CO2 sebagai karbonat dan dengan bertambahnya ion-ion bikarbonat dan karbonat menyebabkan air cenderung bersifat basa dan menahan perubahan ion hidrogen, sehingga menyebabkan fluktuasi pH yang minimum dalam sistem air tawar.

Fotosintesis fitoplankton sebagai tumbuhan air, agitasi air, dan penguapan menyebabkan hilangnya CO2 dalam sistem air tawar. Disamping itu dalam sistem air banyaknya CO2 mempengaruhi kecepatan metabolisme dan pertumbuhan, orientasi maupun pergerakan beberapa hewan air, zooplankton dan invertebrata yang lain (Boy, 1988 dalam Purwandari, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar