Sabtu, 04 Juli 2009

PANDUAN PRAKTIKUM MIKOLOGI

Fungi Study Center/FSC/Biologi/FMIPA/UNESA/09
Zakaria Pratama
PENDAHULUAN
Sejak dahulu kala orang mengenal jamur, karena di dalam kehidupan sehari-hari, jamur memiliki hubungan dengan manusia. Makanan yang kita simpan dapat ditumbuhi oleh jamur, begitu pula pakaian, perabotan rumah tangga, tanaman kesayangan kita bahkan tubuh kita juga dapat ditumbuhi oleh jamur. Selain itu, jamur memiliki kegunaan tersendiri dalam hal sebagai bahan makanan, sebagai obat-obatan, penghasil antibiotik dan lain-lain.
Secara umum, kita mengetahui jamur sebagai organisme yang berinti sel (eukariot); tidak berklorofil; dapat berupa sel tunggal (uniseluler) bahkan menyerupai benang yang bercabang-cabang; dengan dinding sel yang tersusun atas selulosa atau dari kitin, bahkan keduanya; serta dapat berkembang biak secara seksual dan atau aseksual.
Para ilmuan mengelompokkan jamur sebagai suatu kerajaan / Kingdom yang disebut Fungi. Walaupun banyak sistem klasifikasi dalam Kingdom Fungi yang ada saat ini, yang masing-masing memiliki perbedaan dan persamaan. Misalnya menurut Alexopoulus dan Mims (1979), dalam buku yang berjudul “Introductory Mycology, third edition” dan lain-lain. Akan tetapi, secara ilmiah dapat kita pelajari dalam satu cabang ilmu biologi yang disebut Mycology (yang berasal dari bahasa yunani yaitu mykes = jamur, dan logos = ilmu, uraian).
Dalam hal ini, kita gunakan istilah jamur untuk mencakup semua bentuk kecil maupun besar, yang dengan kata lain istilah jamur digunakan sebagai nama taksonomi seperti halnya dengan bakteri, ganggang, lumut-lumutan, paku-pakuan, dan sebagainya. Tetapi, sebenarnya hal itu sangat berbeda.

Secara morfologi, fungi terbagi atas fungi uniseluler dan multiseluler. Secara istilah bahasa, kita dapat membedakannya sebagai berikut :

  • Khamir.

  • Kapang.

  • Cendawan.

  • Bentukan hasil dari simbiosis seperti : mikorhiza dan liken.

  • Dan lain-lain.

Oleh karena itu, dalam praktikum yang akan kita laksanakan pada mata kuliah ini adalah pembudidayaan jamur edibel (Edible Mushroom Cultivation), mulai pembibitan sampai ke pemeliharaan dan pemanenan.


KAJIAN PUSTAKA

Fungi Study Center/FSC/Biologi/FMIPA/UNESA/09

Jamur dalam bahasa sunda dikenal dengan sebutan supa atau dalam bahasa inggris disebut mushroom yang termasuk golongan fungi atau cendawan. Masyarakat awam menganggap jamur adalah tubuh buah (fruit body) yang dapat dimakan. Padahal tidak demikian.

Yang dinamakan jamur secara keseluruan adalah di dalam siklus hidupnya mulai spora – hifa – miselium – tubuh buah (basidium). Jamur tersebut merupakan cendawan dari Classis Basidiomycetes. Istilah edible digunakan untuk jenis cendawan yang dapat dimakan atau dikonsumsi manusia.


Jamur Kayu Edible.

Jamur ini bersifat saprofit dan secara alami dapat tumbuh pada batang-batang kayu yang telah lapuk. Akan tetapi, sekarang telah bisa dibudidayakan pada berbagai media yang berselulosa seperti batang kayu gelondongan, serbuk gergajian kayu, ampas tebu, tongkol jagung dan lain-lain.

Jamur-jamur tersebut yang biasanya dibudidayakan antara lain dari Ordo Agaricales (menyerupai payung) seperti Jamur tiram putih(Pleurotus ostreatus), dan lain-lain; serta dari Ordo Auriculariales seperti Jamur kuping hitam (Auricularia polytricha atau black jelly), Jamur kuping merah (Auricularia yudae atau red jelly) serta Tremella fuciformis.


Syarat Tumbuh.

a. Media Tanam

Di alam, jamur tumbuh menempel pada kayu-kayu yang telah lapuk. Oleh karena itu, dahulu jamur ini dibudidayakan dengan cara ditanam pada potongan kayu gelondongan berdiameter + 10-20 cm. Saat ini, kayu gelondongan sulit dicari, dan harganya tinggi, maka dicari media tanam lain, dari bahan limbah organik, seperti serbuk gergaji, ampas tebu, kertas bekas atau kertas koran, dan kapas bekas pabrik pemintalan dan lain-lain.

Jamur termasuk organisme heterotrof yang memperoleh semua nutrisinya dari substrat. Berdasarkan hal itu , kebutuhan nutrisi pada jamur harus tersedia pada media tanam jamur. Nutrisi yang paling dibutuhkan pada pertumbuhan miselium dan pertumbuhan tubuh buah ialah terdiri dari selulosa, lignin, hemiselulosa dan protein.


  • Serbuk Gergaji

Hampir semua kayu dapat digunakan untuk media tanam jamur kecuali kayu yang banyak mengandung getah yang memiliki sifat menghambat pertumbuhan jamur (Surawiria, 2000). Getah pada kayu mengandung racun yang menghambat pertumbuhan jamur, seperti asam resin, terpenoid, steroid, flafonoid, dan senyawa fenol.

Serbuk gergaji harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai media jamur. Proses pengomposan sederhana memerlukan waktu kurang lebih dua hari dengan cara menumpuk media serbuk gergaji sampai suhunya mencapai 50º C .

  • Selulosa
Selulosa merupakan salah satu komponen penyusun dinding sel tumbuhan. Selulosa ialah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan α-1,4-glikosida. Enzim yang dapat mengurai selulosa ialah selulose. Jamur mempunyai enzim selulose yang dapat memecah komponen tidak larut menjadi komponen larut. Komponen larut tersebut kemudian diabsorsi jamur sebagai nutrisinya (Dwijoseputro,1978).


  • Lignin
Lignin merupakan zat yang sangat keras, lengket, kaku, dan mudah mengalami oksidasi. Pada kayu berfungsi untuk meningkatkan kekerasan atau kekuatan kayu (Batubara, 2002). Lignin merupakan penguat dinding sel tanaman yang struktur molekulnya berbeda dibandingkan dengan polisakarida. Jamur mengeluarkan enzim ligninase untuk mendegradasi lignin (Fengel dan Wegener, 1995).

HemiselulosaHemiselulosa terdiri atas heksosan dan pentosan, hemiselulosa juga berguna sebagai cadangan makanan (Dwijoseputro,1978). Enzim yang bekerja dalam penguraian hemiselulosa disebut hemiselulase.


  • Bekatul
Bekatul ialah hasil samping penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit. Bekatul yang digunakan untuk media tanam jamur harus bermutu baik, yaitu masih baru, tidak berbau tengik dan tidak mengandung sekam. Bekatul yang terlalu lama disimpan akan menggumpal dan rusak, sehingga tidak dapat digunakan sebagai media jamur.

  • Kapur (CaCO3)

Kapur ditambahkan agar temperatur media tanam tinggi sehingga sel-sel miselium lebih aktif membelah. Selain itu kapur digunakan untuk menetralkan asam oksalat yang dihasilkan miselium (Suriawiria, 2000).


  • Tongkol jagung

Janggel atau tongkol jagung mempunyai kandungan selulosa 40%; hemiselulosa 36%, lignin 16% dan lainnya 6%. Dari kandungannya, tongkol jagung dapat digunakan sebagai media alternatif untuk budidaya jamur. Hal ini ditambah dengan keberadaan tongkol jagung sebagai limbah pertanian sehingga harganya lebih murah dibandingkan dengan serbuk gergaji.


Kecepatan pertumbuhan miselium dan jumlah produksi tubuh buah.

Fungi Study Center/FSC/Biologi/FMIPA/UNESA/09

Kecepatan pertumbuhan miselium dan jumlah produksi tubuh buah jamur dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik. Faktor-faktor tersebut, antara lain sumber nutrisi, kadar air, temperatur, kelembaban, cahaya dan keasaman.

    1. Sumber Nutrisi

Agar pertumbuhan dan perkembanga jamur kuping dapat berjalan dengan baik, maka sumber nutrisi berupa unsur organik harus terpenuhi. Unsur-unsur itu di antaranya ialah nitrogen, fosfor, belerang, kalium, karbon dan unsur-unsur lain.



    1. Kadar Air

Kadar air dalam suatu media sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur. Apabila kadar air terlalu rendah menyebabkan media kering dan pertumbuhan jamur terganggu. Sebaliknya kadar air yang terlalu tinggi menyebabkan miselium jamur membusuk. Kadar air yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur ialah sekitar 62%.



    1. Temperatur

Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan miselium jamur ialah berkisar 12-36˚C dengan suhu optimum 28 ˚C.



    1. Kelembaban

Kelembaban udara yang dibutuhkan saat pertumbuhan miselium ialah 60-75 % dan pertumbuhan tubuh buah, ialah 80-90 %.



    1. Cahaya

Saat pertumbuhan dan perkembangan jamur kuping (Auricularia polytricha) memerlukan cahaya secara tidak langsung, jumlahnya tidak banyak, berkisar 500-1000 lux.



    1. Aerasi

Oksigen penting dalam respirasi jamur, dan hasilnya berupa karbondioksida. Akumulasi karbondioksida dapat mengakibatkan salah bentuk tubuh buah jamur.



    1. Keasaman

Derajat keasaman mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur kuping (Auricularia polytricha). pH untuk pertumbuhan miselium jamur kuping (Auricularia polytricha) berkisar, antara 2,8-9,0 dengan pH optimum 5,0-5,4.


PROSEDUR PELAKSANAAN

  • Alat dan bahan

Fungi Study Center/FSC/Biologi/FMIPA/UNESA/09

Alat - alat yang digunakan dalam eksperimen ini ialah botol yang terbuat dari kaca yang warnanya bening, plastik PP (polipropilen), cincin paralon, lampu spiritus, spiritus, sprayer, spidol, label, penggaris, karet, pengorek kuningan, dan neraca. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah serbuk gergajian kayu, bekatul, kapur, spiritus dan alkohol 70% - 96%.

  • Langkah kerja (untuk poin ke 1 dan ke 2 akan dijelaskan selama kuliah)

  1. Pembuatan bibit F1

  2. Perbanyakan bibit F1 ke F1

  3. Pembuatan bibit F2

Pembuatan bibit F2 tidak lain adalah teknik perbanyakan bibit dari F1 ke F2 dalam media serbuk gergajian kayu. Media ini dibuat dengan bahan-bahan lain seperti bekatul dan kapur dengan perbandingan serbuk gergajian kayu : bekatul : kapur = 10 : 3 : 0,1. Serbuk gergajian kayu tersebut dapat dari kayu sengon, jati, dan lain-lain. Atau dapat diganti dengan ’serbuk’ tongkol jagung, ampas tebu dan lain-lain.

Setelah media tercampur dengan diberi air sehingga kelembabannya 60-75 % maka dapat langsung dimasukkan kedalam botol kaca yang terang (bening) kira-kira ¾ botol. Kemudian bagian tengahnya dilubangi dengan menggunakan kayu atau yang lainnya sebagai tempat bibit. Setelah itu, pada bagian mulut ditutup dengan kapuk atau kapas.

Media tersebut disterilisasi dan setelah agak dingin dapat diinokulasikan dari bibit F1. Setelah ditumbuhi miselium, jika koloni miselium seragam (menyerupai benang-benang berwarna putih) maka dapat dikategorikan murni.

  1. Pembuatan bibit F3 - ....F5

Prosedur pembuatan bibit F3 - ....F5 sama dengan proses sebelumnya, yakni mulai pencampuran media sampai tahap sterilisasi. Yang membedakan adalah bibit yang digunakan pada saat inokulasi. Kalau pembuatan F3, bibit yang digunakan berasal dari bibit F2, begitu seterusnya. Hal ini dilakukan agar jamur dapat beradaptasi dengan media sebuk gergajian kayu sehingga metabolisme didalam sel-selnya dapat stabil selama berada didalam botol. Akan tetapi bibit tidak bisa dibuat sampai F6 dan seterusnya, hal ini disebabkan karena jamur merupakan ’mikroba’ yang dikhawatirkan dapat mengalami mutasi. Apa yang menyebabkan mutasi tersebut masih belum diketahui dengan jelas.

  1. Pembuatan media dalam polybag

Istilah polybag atau baglog merupakan media yang dibungkus dengan plastik jenis PP (Polypropilene) yang tahan terhadap panas. Komposisi medianya sama dengan F2 dan F3. Setelah diisi dengan media tanam, bagian atasnya diberi ’ring’ (irisan pipa paralon atau semacamnya) dengan diameter + 2-3 cm. Setelah itu ditutup dengan kapas atau kapuk. Dapat juga dengan teknik lain yang menggunakan kertas bekas atau plastik PP yang diikat dengan karet pentil. Setelah itu, media tersebut disterilisasi, kemudian setelah agak dingin dapat diinokulasikan dengan bibit F3 – F5.

  1. Penginokulasi Bibit Jamur tiram merah (Pleurotus flabellatus)

    1. Laminar air flow cabinet atau kotak inokulasi (inkas kaca) atau kardus dibersihkan dengan alkohol 96% menggunakan kain lap. Untuk penggunaan kardus sebelum digunakan dibersihkan dahulu dengan desinfektan (misalnya karbol). Lalu bagian dalamnya kita beri lampu spiritus yang menyala selama 10-20 menit sebelum inokulasi.

    2. Alat-alat yang akan digunakan dalam proses inokulasi bibit dibersihkan dengan alkohol 96% dan diletakkan pada laminar air flow cabinet atau kotak inokulasi (inkas kaca) atau kardus.

    3. Untuk penggunaan Laminar air flow cabinet , alat –alat inokulasi dan media tanam dapat disterilkan dengan menyalakan lampu UV selama 2 jam.

    4. Kemudian, bibit F3 jamur diletakkan pada laminar air flow cabinet.

    5. Proses inokulasi dilakukan dengan cara mengambil bibit F3 jamur lalu dipindahkan ke media tanam. Media tanam yang sudah diinokulasi lalu dipindahkan ke ruang inkubasi


Fungi Study Center/FSC/Biologi/FMIPA/UNESA/09

DAFTAR PUSTAKA


Alexopoulus, C.J. 1979. Introduction Mycology, third edition. New York : John Willey


Dokumentasi Fungi Study Center, Biologi FMIPA UNESA.


Dwidjoseputro. 1978. Pengantar Mikologi. Bandung : Penerbit Alumni.


Fengel, D., dan G. Wegener. 1995. Kayu Kimia, ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


Muchroji dan Cahyana. 1998. Budidaya Jamur Tiram. Jakarta : Penebar Swadaya.


Muchroji dan Cahyana. 2000. Budidaya Jamur Kuping. Jakarta : Penebar Swadaya.


Sinaga, Meily Suiradji. 2000. Jamur merang dan budidayanya. Bogor : Penebar Swadaya.


Suriawiria, Unus. 2000. Sukses Berargrobisnis Jamur Kayu Shitake, Kuping, Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.